Pengertian Najis
Najis menurut syariat Islam ( Syara’ ) adalah benda yang
kotor dan telah ada dalil yang menetapkannya. Najis wajib dibersihkan menurut
cara – cara yang telah ditentukan oleh syara’ karena akan menjadi penghalang
dalam beribadah kepada Allah. Yang termasuk benda – benda najis seperti : Bangkai
,Kecuali manusia ,ikan dan belalang, Darah, Nanah, Segala
sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur, Anjing
dan babi, Minuman
keras seperti arak dan sebagainya, Bagian
anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi masih hidup.
َوَعَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قُطِعَ مِنْ
الْبَهِيمَةِ - وَهِيَ حَيَّةٌ - فَهُوَ مَيِّتٌ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ وَاللَّفْظُ
لَهُ
Artinya :
Dari Abu Waqid Al-Laitsi Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Anggota yang terputus dari binatang yang
masih hidup adalah termasuk bangkai." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan
Tirmidzi dan beliau menyatakannya shahih. Lafadz hadits ini menurut Tirmidzi. (
Diambil dari kitab bulughul maram )
Menurut Ahli fiqh ,
najis dibagi menjadi 3 , Yaitu :
a. Najis
Mughalladzah ( najis berat )
Adalah Najis yang berasal dari anjing
dan babi atau yang dilahirkan dari keduanya atau dari salah satunya. Adapun dalil yang
menajiskan anjing :
َوَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طُهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيهِ
الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ أَخْرَجَهُ
مُسْلِمٌ وَفِي لَفْظٍ لَهُ فَلْيُرِقْهُ وَلِلتِّرْمِذِيِّ أُخْرَاهُنَّ
أَوْ أُولَاهُنَّ
|
|
Artinya :
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucinya tempat air seseorang
diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang
pertamanya dicampur dengan debu tanah." Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam
riwayat lain disebutkan: "Hendaklah ia membuang air itu." Menurut
riwayat Tirmidzi: "Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu
tanah). (Diambil dari kitab bulughul
maram)
-
Cara mensucikan dengan menggunakan air
yang mensucikan dalam najis mugalladzah adalah dengan membasuh tempat najis itu
sebanyak tujuh kali dan pada salah satunya air tersebut diikut sertai dengan
debu yang mensucikan atau yang tidak najis atau yang bukan bekas dipakai dalam
tayammum.
Aturannya Ada tiga cara :
Pertama
: Mencampur air dengan debu sebelum
diletakkan diatas tempatnajisnya.
Kedua : Mengenakan air terlebih dahulu diatas tempat najisnya sebelum
menggunakan debu , baru kemudian diatasnya
diberi debu.
Ketiga : Meletakkan debu
terlebih dahulu , kemudian dituangkan air diatasnya.
b. Najis
Mukhaffafah ( najis ringan )
Adalah
najis yang disebabkan Karena air kencing bayi, yaitu apabila usia anak kecil
itu belum sampai 2tahun dan ia masih belum makan apa – apa kecuali air susu dan semacamnya seperti keju atau mentega.
Berbeda halnya dengan air kencing wanita dan banci musykil (banci yang sulit dibedakan). Maka air
kencing keduanya itu wajib di cuci sesuai dengan
sabda rasulullah SAW :
َعَنْ أَبِي السَّمْحِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُغْسَلُ مِنْ
بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ
أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ
|
|
Artinya :
Dari Abu Samah Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bekas air
kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup
diperciki dengan air." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i. Oleh Hakim
hadits ini dinilai shahih. ( Diambil dari
kitab bulughul maram )
-
Cara mensucikan dengan menggunakan air
yang mensucikan dalam najis Mukhaffafah Adalah apabila itu air kencing anak
laki – laki cukup di perciki atau disiram, namun apabila air kencing anak
wanita maka hendaklah di cuci. Yang banci di golongkan pada jenis wanita.Jika
bayi itu lebih dari usia 2 tahun, maka air kencingnya wajib dicuci walaupun ia
belum menerima makanan selain air susu, sebagaimana juga air kencingnya juga
wajib dicuci bila ia makan sesuatu selain air susu walaupun hanya satu
kali.akan tetapi apabila ia diberi sesuatu bukan bermaksud memberikan makanan
lalu ia memakannya, seperti obat maka hal tersebut tidak dapat menjadi
penghalang untuk menyiram air kencingnya dan dzat najisnya itu tidak boleh
tidak harus dihilangkan sebelum menyiram tempat najis iru dengan air , misalnya
dengan cara pakaian itu diperas dan dikeringkan. Begitu pula sifat – sifatnya
harus hilang disertai siraman air itu.
c. Najis
Mutawassithah ( najis sedang )
Adalah selain dari apa yang disebutkan tadi. Najis ini dibagi menjadi 2 :
Adalah selain dari apa yang disebutkan tadi. Najis ini dibagi menjadi 2 :
Pertama :
Najis Hukmiyah , yaitu najis yang tidak mempunyai dzat (bentuk),rasa,warna
dan bau ,seperti air kencing selain bayi
bila ia kering Abu bakar barang
najis dan asapnya adalah najis.
-
Cara
mensucikan najis hukmiyah adalah dengan menuangkan air diatas tempatnya
sekalipun hanya sekali dan tidak disengaja.
Kedua : Najis ‘Ainiyah ,yaitu najis yang
mempunyai dzat ( bentuk ),rasa , warna
dan bau.
dan bau.
-
Cara mensucikan najis ‘Ainiyah adalah dibasuh
sekali dan disyaratkan agar dzat najisnya itu hilang, Adapun sifat – sifatnya (rasa, warna dan
bau), apabila hanya tinggal rasanya saja yang bersisa maka ia najis selama ia
tidak sulit untuk dihilangkan.Batasan sulitnya adalah bahwa najis itu tidak
dapat hilang kecuali dengan memotongnya.Pada saat itu tempat tersebut dihukumi
najis yang dapat di maafkan.Dan jika setelah itu dapat dihilangkan maka wajib
dihilangkan dan baginya tidak wajib mengulangi shalat yang telah dilakukan sebelumnya.Jika
najis itu sulit hilang, maka wajib menggunakan sabun dan yang semacamnya
kecuali bila dalam keadaan udzur.jika warna dan baunya masih bersisa, maka
hukumnya dimaafkan.
Akan tetapi apabila yang bersisa itu
hanya warnanya saja atau baunya saja , maka tempat tersebut suci bila hilangnya
sulit. Batasan sulit disini adalah bahwa najis itu tidak hilang dengan digosok
memakai air sebanyak 3 kali.Dan bila setelah itu dapat dihilangkan, maka ia
tidak wajib mensucikan tempat tersebut. Dalam menghilangkan najis dengan ketiga
macamnya disyaratkan agar air itu mengena diatas najisnya, yaitu bila air itu
sedikit. Dan jika air yang sedikit itu tertimpa najis , maka ia menjadi
mutanajjis dengan persentuhannya itu. Dan apabila air yang sedikit itu najis
tetapi belum mengalami perubahan kemudian ditambahkan kepadanya air yang
mensucikan hingga mencapai 2 kullah, maka ia menjadi suci. Akan tetapi apabila
air najis itu mengalami perubahan, baik air itu sedikit atau banyak, maka ia
tidak suci kecuali ditambahkan kepadanya air yang mensucikan hingga dapat
menghilangkan perubahan yang ada pada air itu, dengan syarat mencapai 2 kullah.
Adapun cara mensucikan tanah yang
terkena najis Mutawassithah yang
cair, seperti air kencing adalah dengan memenuhkan (menggenangkan) air
padanya, yaitu apabila tanah itu menyerap najis. Jika ia tidak menyerap najis,
maka harus dengan mengeringkannya terlebih dahulu kemudian dituangkan kepadanya
air sekalipun hanya sekali.
Sedangkan cara mensucikan tanah dari
najis yang padat adalah cukup dengan mengangkat najis tersebut dari tanah itu,
yaitu bila ia belum terkena najisnya. Jika najis tersebut basah dan tanah itu
terkena najisnya, maka hendaklah najis tersebut diangkat dari tanah itu
kemudian dituangkan air diatas najisnya hingga menyeluruh.
Najis yang di Ma'fu
Menghilangkan najis dari badan, pakaian dan tempat orang
yang sedang melaksanakan shalat adalah wajib, kecuali najis yang di maafkan ,
untuk menghindari adanya kesempitan dan kesulitan.
Firman
Allah SWT :
Artinya :"Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu,
dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi
atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,
maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada
tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong. “(Al-Hajj Ayat 78)
Najis yang dimaafkan artinya tidak
usah dibasuh / dicuci. Ada beberapa perkara lain yang dapat dimaafkan :
1. Sesuatu
yang tidak dapat dilihat dengan penglihatan yang normal dari jenis najis,
walaupun najis tersebut mughalladzah.
2. Asap
barang najis yang sedikit yang terpisah dari barang najis itu dengan
perantaraan api. Berbeda halnya dengan uap yang terpisah dari sesuatu tanpa
perantaraan api , maka ia adalah suci.
3. Bekas
sisa yang terdapat pada tempat Istinja’
( Qubul dan Dubur ) yang menggunakan batu , maka ia di maafkan bagi orang yang bersangkutan
dan tidak bagi lainnya. Jika ia masuk kedalam air yang sedikit kemudian bekas
istinja’ itu mengenai air tersebut, maka ia telah ternajisi.
4. Debu
jalan yang bercampur dengan sesuatu yang benar – benar najis. Bila ia meragukan
atau menduga bahwa debu itu najis, berarti debu itu suci dan tidak lagi sebagai
najis yang dimaafkan.
Sedangkan
najis yang dimaafkan itu mempunyai 4 syarat :
a.Hendaknya
Dzat ( Bentuk ) najis tersebut tidak kelihatan.
b.Hendaknya
orang yang lewat itu menjaga diri untuk tidak terkena najis tersebut, misalnya
ujung
bajunya tidak terlalu panjang kebawah ( menyentuh tanah ) dan tidak pula dihadapkan pada percikan
air ketika menyiram.
bajunya tidak terlalu panjang kebawah ( menyentuh tanah ) dan tidak pula dihadapkan pada percikan
air ketika menyiram.
c. Hendaknya
najis itu mengena orang tersebut disaat berjalan kaki atau naik
kendaraan.Sedangkan
apabila ia jatuh ketanah kemudian najis tersebut mengotori pakaiannya,maka itu tidak dimaafkan
karena yang demikian itu jarang terjadi.
apabila ia jatuh ketanah kemudian najis tersebut mengotori pakaiannya,maka itu tidak dimaafkan
karena yang demikian itu jarang terjadi.
d. Hendaknya
najis itu mengena pada pakaian ataupun badan.
5. Roti
yang dibakar atau dipendam dalam abu bakar yang najis, sekalipun sebagian dari
abu bakar itu melekat padanya, maka yang demikian itu dimaafkan sekalipun abu
tesebut mudah dihilangkan dari roti tersebut. Dan apabila ia meletakkannya
dalam susu dan yang semacamnya sedangkan bekas abu tersebut menjadi jelas pada
susu itu, atau mengena pakaian maka ia dimaafkan juga.
6. Ulat
buah – buahan atau keju apabila ia mati didalamnya. Bangkai ulat tersebut
adalah najis yang dapat dimaafkan.
7. Benda
– benda cair najis yang dapat digunakan untuk obat – obatan dan bau – bauan
yang wangi untuk memperbaiki ( bau ) obat itu, maka ia dimaafkan dalam kadar
untuk maksud perbaikan tersebut.
8. Pakaian
yang dihamparkan diatas tembok yang dibangun dengan menggunakan abu
bakar yang najis, maka ia dimaafkan dari ( najis ) abu yang mengena pakaian tersebut,
karena yang demikian itu sulit untuk dihindari.
bakar yang najis, maka ia dimaafkan dari ( najis ) abu yang mengena pakaian tersebut,
karena yang demikian itu sulit untuk dihindari.
9.
Tetesan
telur kutu.
10. Tahi (Kotoran) Lalat ,sekalipun
banyak. Dan tahi burung yang terdapat dialas permadani dan diatas tanah dengan
3 ketentuan syarat berikut :
a. Tidak
sengaja berjalan diatas tahi burung tersebut.
b. Hendaklah
salah satu dari keduanya itu tidak basah, kecuali
bila dalam keadaan
darurat. Misalnya ia mendapatkan kotoran basah di tengah
jalan dimana ia harus
melewatinya, maka dimaafkan walaupun kotoran itu basah
dan sengaja dilewati.
c. Tidak
sulit untuk dihindari.
11. Tanah kuburan yang terbongkar.
12. Bulu najis yang sedikit dari binatang
selain anjing dan babi atau yang dilahirkan dari
keduanya atau dari salah satunya yang
dihasilkan dari hubungan dengan binatang lainnya. Adapun bulu anjing dan babi
yang sedikit, maka ia tidak dapat di maafkan sebagaimana tidak dapat di maafkan
banyaknya. Kecuali bagi tukang potong
bulu binatang ( selain anjing dan babi ) atau penunggangnya, karena yang
demikian itu sulit untuk dihindari.
13. Tahi ( Kotoran ) ikan yang terdapat
dalam air selama ia tidak mengubah air itu dan tidak meletakkan suatu campuran
apapun didalamnya.
14.Sisa darah yang terdapat pada daging
atau tulang, maka ia dimaafkan bila memasukannya kedalam periuk sebelum mencuci
darahnya, sekalipun air dagingnya itu menjadi berubah karenanya. Dan jika darah
itu dicuci dari daging dan tulang tersebut sebelum dimasukkan kedalam periuk
sehingga airnya itu dapat berpisah dalam keadaan jernih, maka pisahan air itu
suci, jika tidak berpisah dalam keadaan jernih, maka pisahan air itu najis dan
tidak dimaafkan. Sedangkan sisa – sisa warna darah itu tidak najis, karena hal
itu tidak mungkin untuk dibersihkan sebersih – bersihnya, maka cukup dicuci
sebagaimana biasanya dan selebihnya dari itu dimaafkan.
15. Air liur orang tidur yang dengan jelas
keluar dari dalam perut, misalnya berwarna kuning dan berbau busuk, ia
dimaafkan bagi orang yang bersangkutan yang terbasahi dengannya sekalipun
banyak dan mengalir.
16. Kotoran unta dan binatang lainnya yang
semacam dengannya adalah dimaafkan apabila mengena seseorang yang membersihkan
kotoran itu sebagaimana juga orang yang menghalaunya dan sebagainya.
17. Tahi dan kencing binatang ternak yang
mengena bebijian ketika ia ditebah.
18. Tahi tikus yang jatuh kedalam kolam
jamban yang digunakan untuk beristinja’ maka ia dimaafkan bila sedikit dan
tidak sampai mengubah salah satu sifat air tersebut.
19. Benda cair yang dijatuhi binatang mati
yang tidak mempunyai darah mengalir,seperti semut,cecak, lalat kuda, lebah,
belalang, kecoa dan semacamnya, maka benda cair yang ternajisi oleh sesuatu
yang jatuh dan mati didalamnya itu dapat dimaafkan bila yang jatuh itu dengan
sendirinya kedalam air atau kedalam sesuatu yang cair ( misalnya kena angin ),
maka yang demikian itu tidak menajiskan, kecuali
bila air itu berubah. Sedang apabila
najis itu dilempar oleh seseorang atau binatang kedalamnya lalu air tersebut menjadi
berubah karena najis tadi, maka air tersebut menjadi najis pula dan tidak di
maafkan.
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : إذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ وَفِي
لَفْظٍ لَمْ يَنْجُسْ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ
خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَابْنُ حِبَّانَ
Artinya :
Dari
Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Jika banyaknya air telah mencapai dua kullah maka ia
tidak mengandung kotoran." Dalam suatu lafadz hadits: "Tidak
najis". Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai shahih oleh Ibnu
Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban. ( Diambil
dari kitab bulughul maram )
وَلِلْبَيْهَقِيِّ الْمَاءُ طَهُورٌ إلَّا إنْ
تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيه
Artinya :
Menurut
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi: "Air itu suci dan mensucikan
kecuali jika ia berubah baunya, rasanya atau warnanya dengan suatu najis yang
masuk di dalamnya."
( Diambil dari kitab bulughul maram )
وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ
الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ
وَلَوْنِهِ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ
Artinya :
Dari Abu
Umamah al-Bahily Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat
menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat merubah bau, rasa atau
warnanya." Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan dianggap lemah oleh Ibnu Hatim.
( Diambil dari kitab bulughul maram )
20. Bangkai hewan yang tidak mengalir
darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air lorong – lorong yang
memercik sedikit yang sulit dihindarkan.
21. Bekas tato, seperti darah yang keluar
dari anggota badan dan di atasnya diberi nila (zat pewarna) dan yang
semacamnya sehingga menjadi hijau dan biru. Yang dimaksud tato adalah tusukan
jarum atau lainnya pada kulit sehingga mengeluarkan darah. Maka bekasnya yang
berwarna hijau atau biru yang terdapat pada tempat itu dimaafkan, yaitu apabila
hal itu dilakukan karena ada hajat dimana selain cara itu tidak ampuh, atau
ketika ditato belum mukallaf, atau telah mukallaf akan tetapi tidak mampu
menghilangkannya kecuali dengan sesuatu cara yang dapat membahayakan yang membolehkannya
bertayammum dengan sebab tersebut.
22. Diantaranya juga darah, dengan rincian
sebagai berikut :
Pertama : Darah
sedikit yang tidak dapat dilihat dengan ukuran penglihatan yang
normal,
maka darah tersebutdimaafkan, walaupun darah itu berasal dari jenis
darah yang najis Mughalladzah,
seperti anjing dan babi.
Kedua
: Darah
yang dapat dilihat dengan penglihatan normal.Bila darah itu berasa
dari Darah anjing dan babi, maka hal itu sama sekali tidak dapat dimaafkan.
Dan jika bukan dari darah kedua jenis binatang itu, seperti darah orang lain
atau darah dirinya sendiri, maka bila ia darah orang lain berarti sedikitnya itu
dari Darah anjing dan babi, maka hal itu sama sekali tidak dapat dimaafkan.
Dan jika bukan dari darah kedua jenis binatang itu, seperti darah orang lain
atau darah dirinya sendiri, maka bila ia darah orang lain berarti sedikitnya itu
dimaafkan, selama ia tidak bercampur
dengan darahnya sendiri atau darah
lainnya, selain karena adanya
suatu darurat.
Ini berlaku untuk selain darah kutu
dan yang semacamnya dari jenis binatang yang tidak mempunyai darah mengalir.
Sedangkan darah kutu dan yang semacamnya, maka banyaknya pun dapat
dimaafkan dengan 3 syarat :
a. Bukan
disebabkan karena perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain, sekalipun ia
belum
mukallaf, atas persetujuannya. Jika tidak, maka ia hanya dapat dimaafkan sedikitnya saja.
mukallaf, atas persetujuannya. Jika tidak, maka ia hanya dapat dimaafkan sedikitnya saja.
b. Tidak
bercampur dengan darah kutu orang lain yang mana hal itu tidak sulit untuk
dihindari. Jika
tidak maka ia hanya dapat dimaafkan sedikitnya saja.
tidak maka ia hanya dapat dimaafkan sedikitnya saja.
c. Darah
tersebut mengena pada pakaian yang digunakannya sendiri sekalipun ia dipakai
hanya
sekedar untuk mempercanti diri (berhias).
sekedar untuk mempercanti diri (berhias).
Sedang apabila itu darahnya sendiri,
maka bila darah tersebut keluar dari lubang yang asli,seperti dari hidung, telinga dan
mata, maka menurut pendapat yang mu’tamad (dipercaya) dapat dimaafkan sedikitnya saja.
Jika darah itu keluar bukan dari lubang yang ada, seperti darah jerawat, darah
bisul, dan darah bekam (yaitu dengan cara mengiris urat darah atau dengan cara
memantik dengan mangkok ), maka
banyaknya dapat dimaafkan dengan syarat
:
1.
Bukan
disebabkan perbuatannya sendiri, misalnya dengan memencet bisulnya itu. Jika
demikian, maka hanya dapat dimaafkan sedikitnya saja, Kecuali darah bekam dengan
kedua cara tadi. Keduanya itu dapat dimaafkan sekalipun banyak, walaupun keluar
karena perbuatannya sendiri.
demikian, maka hanya dapat dimaafkan sedikitnya saja, Kecuali darah bekam dengan
kedua cara tadi. Keduanya itu dapat dimaafkan sekalipun banyak, walaupun keluar
karena perbuatannya sendiri.
2. Darah
itu tidak sampai melewati batas tempatnya.
3. Darah itu tidak bercampur dengan lainnya, seperti air, kecuali dalam keadaan darurat. Dan
pemaafan hanya berada pada hak orang yang bersangkutan itu sendiri. Sedangkan apabila ada
orang yang terkena olehnya atau orang tersebut memegang sesuatu yang berhubungan dengan
darah itu, maka najis darah tersebut tidak dimaafkan.
3. Darah itu tidak bercampur dengan lainnya, seperti air, kecuali dalam keadaan darurat. Dan
pemaafan hanya berada pada hak orang yang bersangkutan itu sendiri. Sedangkan apabila ada
orang yang terkena olehnya atau orang tersebut memegang sesuatu yang berhubungan dengan
darah itu, maka najis darah tersebut tidak dimaafkan.